Senin, 27 Desember 2010

PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

KATA PENGANTAR





Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yangh mana atas berkat dan rahmatNya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Problematika Bimbingan Dan Konseling” ini dengan baik meskipun masih banyak terdapat kesalahan di sana sini.

Dan tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu atas terselesaikanya makalah yang berjudul “Problematika Bimbingan Dan Konseling” ini dengan baik.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada para pembaca makalah ini khususnya mahsiswa dan mahasiswi yang mempelajari makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin



Bangko, 08 Desember 2010
Penulis

DWI PRAYITNO



BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual). Dan sudah menjadi keniscayaan apabila dijumpai problematika yang mewarnai proses pelaksanaan yang melibatkan banyak hal. Akan tetapi dalam hal ini hanya akan dibahas problematika atau permasalahan yang menyangkut: kelembagaan/bimbingan dan konseling itu sendiri, peserta didik (konseli/lee) dan konselor.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini kami membatasi permasalahan di dalam makalah ini dengan pertanyaan sebagi berikut :
1. apakah kesalah fahaman dalam bimbingan dan konseling
2. apakah masalah siswa di sekolah dan madrasah
3. bagaimanakah petugas bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah

C. TUJUAN PEMBAHASAN
Dengan terselesaikan nya makalah ini kami bertujuan agar para pembaca khusus nya mahasiswa dan mahasiswi yang mempelajari malakah ini dapat mengetahui apa dan bagai mana berfikir kereatif dan berfikir reflektif. Dan adapun tujuan makalah ini juga yaitu untuk memenuhi tugas pelajaran posikologi.

BAB II
PEMBAHASAN

A. KESALAHPAHAMAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Bidang bimbingan dan konseling yang ada selama ini telah banyak digeluti oleh berbagai pihak dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Sebagian besar diantara mereka tidak memiliki latar belakang pendidikan bidang bimbingan dan konseling. Di samping itu, literature yang memberikan wawasan, pengertian, dan berbagai seluk beluk teori dan praktek bimbingan dan konseling yang dapat memperluas dan mengarahkan pemahaman mereka itu juga masih sangat terbatas.
Melihat hal tersebut diatas, maka tak heran bila dalam kenyataannya masih banyak terjadi kesalahpahaman tentang bimbingan dan konseling. Kesalahpahaman yang sering diumpai di lapangan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
• Bahwa bimbingan dan konseling sama saja dengan pendidikan. Jadi dengan sendirinya sudah termasuk ke dalam usaha sekolah yang menyelenggararakan pendidikan.
• khusus oleh tenaga ahli dengan perlengkapan yang benar-benar memenuhi syarat
2. Konselor di sekolah dianggap sebagai polisi sekolah
Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor di sekolah adalah sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan keamanan sekolah
3. Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasehat
Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Disamping memerlukan pemberian nasehat, pada umumnya klien sesuai dengan problem yang dialaminya, memerlukan pula pelayanan lain seperti pembrian informasi, penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar, pengalih tangan kepada petugas yang lebih ahli dan berwenang, layanan kepada orang tua siswa dan masayarakat, dan sebagainya.
4. Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat incidental
Pada hakikatnya pelayan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, yaitu yang lalu, sekarang, dan yang akan datang. Di samping itu konselor seyogyanya tidak hanya menunggu klien datang dan mengungkapkan masalahnya
5. Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-kliean tertentu saja.
Bimbingan dan konseling tidak mengenal penggolonan siswa-siswa atas dasar mana golongan siswa tertentu dalam memperoleh palayanan yang lebih dari golongan yang lainnya. Semua siswa mendapat hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan dan bimbingan konseling, kapan, bagimana, dan di mana pelayanan itu diberikan.
6. Bimbingan dan konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang normal”
Jika seseorang ternyata mengalami keabnormalan tertentu, apalagi kalau sudah bersifat sakit jiwa, maka orang tersebut sudah seyogianya menjadi klien psikeater.
7. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang bekerja sendiri sarat dengan unsur-unsur budaya, social dan lingkungan.
8. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif
disamping kinselor bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling, pihak lainpun, terutama klien, harus secara langsung aktif terlibat dalam proses tersebut
9. Bbimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala dan atau keluhan awal yang disampaikan oleh klien. Namun demikian, jika pembahasan masalah itu dilanjutkan, didalami, dan dikembangkan, seringkali ternyata bahwa masalah yang sebenarnya lebih jauh, lebih luas
10. Meneanggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakuka oleh siapa saja.
pekerjaan bimbingan dan konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip-prisip keilmuan (mengikuti filosofi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara professional, maka pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.
11. Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter atau psikiater
Memang dalam hal-hal tertentu terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pkerjaan dokter atau pskiater, yaitu sama-sama menginginkan klien atau pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya.
12. Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segera dilihat
Usaha-usaha bimbingan dan konseling bukanlah hal yang instant, tapi menyangkut aspek-aspek psikologi/mental dan tingkah laku yang kompleks. Maka proses ini tidak bisa didesak-desakkan agar cepat matang dan selesai
13. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
Segala cara yang dipakai untuk mengatasi masalah harus disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara yang sama, bahkan masalah yang sama sekalipun
14. Memusatkan usaha bimbibingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumentasi dan konseling (misalnya tes, inventori, angket, dan alat pengungkap lainnya)
15. Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang ringan saja
Berat atau ringannya sebuah masalah bukanlah hal yang mudah untuk ditetapkan. Oleh karena itu, memberikan sifat ringan atau berat pada masalah yang dihadapi klien tidaklah perlu, karena hal itu tidak akan membantu meringankan usaha pemecahan masalah

B. MASALAH SISWA di SEKOLAH dan MADRASAH
Sebagai manusia, bisa dipastikan bahwa siswa juga memiliki permasalahan yang kompleks, yang tentu saja permasalahan tersebut berbeda antara satu dan yang lainnya. Masalah yang dialami oleh siswa di madrasah dan sekolah berkenaan dengan hal-hal berikut:
1. Perkembangan individu
2. Perbedaan individu, dalam hal: kecerdasan, kecakapan, hasil belajar, bakat, sikap, kebiasaan, pengetahuan, kepribadian, cita-cita, kebutuhan, minat, pola-pola dan tempo perkembangan, cirri-ciri jasmaniyah dan latar belakang lingkungan.
3. Kebutuhan individu, dalam hal: memperoleh kasih sayang, harga diri, penghargaan yang sama, prestasi dan posisi, ingin dikenal, untuk dibutuhkan orang lain, merasa bagian dari kelompok, rasa aman dan perlindungan, dan unruk memperoleh kemerdekaan diri.
4. Penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku.
5. Masalah belajar.
M. Hamdan Bakran Adz-Dzaky (2004) mengklasifikasikan masalah individu, termasuk siswa, sebagai berikut:
1. Masalah individu yang berhubungan dengan Tuhannya
Ialah kegagalan individu dalam melakukan hubungan vertical dengan Tuhannya. Seperti sulit menghadirkan rasa takut, memiliki rasa tidak bersalah atas dosa yang dilakukan, merasa selalu diawasi oleh Tuhan, sehingga ia merasa tidak memiliki kebebasan. Dampak dari semua itu adalah timbulnya rasa malas atau enggan melaksanakan ibadahdan sulit untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang Tuhan.
2. Masalah individu yang berhubungan dengan dirinya sendiri
Adalah kegagalan bersikap disiplin dan bersahabat dengan hati nurani yang selalu mengajak atau menyeru dan membimbing pada kebaikan dan kebenaran Tuhannya. Dampaknya adalah muncul sikap was-was, ragu-ragu, berprasangka buruk (su’udlon), rendah motivasi, dan dalam hal tidak mampu bersikap mandiri.
3. Masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan keluarga
Dalam hal ini, seseorang mengalami kesulitan atau ketidakmampuan mewujudkan hubungan yang harmonis antara anggota keluarga, seperti antara anak dan orang tua, adik dengan kakak dan saudara-saudara lainnya. Kondisi ketidakharmonisan dalam keluarga menyebabkan anak merasa tertekan, kurang kasih sayang, dan kurangnya ketauladanan dari kedua orang tua itu sendiri.
4. Masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan kerja
Masalah yang terjadi misalnya kegagalan individu memilih pekrjaan yang sesuai dengan karakteristik pribadinya, kegagalan dalam meningkatkan prestasi kerja, ketidakmampuan berkomunikasi dengan atasan, rekan kerja dan kegagalan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
Khusus siswa, masalah yang berhubungan dengan karir misalnya ketidakmampuan memahami tentang karier, kegagalan memilih karier yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan karakteristik pribadinya.
5. Masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan sosial
Dalam hal ini yan terjadi biasanya adalah ketidakmampuan melakukan penyesuaian diri (adaptasi), baik dengan lingkungan tetangga, sekolah dan masyarakat, atau kegagalan bergaul dengan lingkungan yang beraneka ragam watak, sifat, dan perilaku.
Semua masalah di atas harus diidentifikasi oleh guru pembimbing di sekolah dan madrasah, sehingga bisa ditetapakan skala prioritas, masalah mana yang harus dibicarakan terlebih dahulu dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Masalah-masalah diatas juga harus menjadi bahan pertimbangan bagi guru pembimbing di sekolah dan madrasah dalam menyusun program bimbingan dan konseling.
C. PETUGAS BIMBINGAN dan KONSELING di SEKOLAH dan MADRASAH
Secara umum, ada dua tipe petugas bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah, yaitu:
1. Profesional
Petugas bimbingan dan konseling professional adalah mereka yang secara khusus dididik dan dipersiapkan untuk melaksanakan tugas khusus sebaga guru BK dan tidak dibebani tugas mengajar. Mereka diangkat sesuai klasifikasi keilmuannya dan latar belakang sarjana S1, S2 dan atau S3 jurusan bimbingan dan konseling. Mereka mencurahkan semua waktunya pada pelayanan bimbingan dan konseling atau disebut juga full time guidance and counseling.
Tenaga BK di sekolah dan madrasah bisa lebih dari satu orang. Apabila sekolah da madrasah berpegang pada pola spesialis, tenaga professional menjadi tenaga inti dan memegang peranan kunci dalam pelayanan BK di sekolah dan madrasah yang bersangkutan.
Beberapa kelebihan dalam tipe ini adalah:
a. Petugas BK dapat mencurahkan perhatian sepenuhnya dalam pelayanannya. Dan secara umum ini lebih efektif dan efisien.
b. Peserta didik yang mempunyai masalah-masalah tertentu bisa lebih mudah untuk terbuka kepada petugas BK, karena tidak terkait dengan proses penilaian akademik.
Adapun diantara kelemahannya adalah:
a. Petugas bisa mengalami kesulitan untuk mengetahui secara detail masalah yang dialami peserta didik.
b. Terkadang petugas mengalami komunikasi yang kaku dengan klien karena frekuensi pertemuan dan komunikasi yang kurang intensif sebagaimana teacher counselor.
2. Non Profesional
Petugas BK non professional adalah mereka yang dipilih dan diangkat tidak berdasarkan keilmuan atau latar belakan gpendidikan profesi. Yang termasuk ke dalam peugas Bk non professional di sekolah dan madrasah adalah:
a. Guru wali kelas yang juga diserahi tugas dan tanggung jawab Sebagai petugas atau guru BK. Maka di sini dia mempunya tugas rangkap. Adapun alasan yang digunakan untuk mengangkatnya sebagai petugas BK adalah karena wali kelas dianggap dekat dengan siswanya sehingga wali kelas dapat dengan mudah mengetahui berbagai persoalan siswanya.
b. Guru pembimbing, yaitu seorang guru yang selain memegang mata pelajaran tertentu, terlibat juga dalam pelayanan bimbingan dan konseling, yang disebut juga part time teacher and part time counselor. Guru BK yang seperti ini juga memiliki tugas rangkap. Guru mata pelajaran yang diserahi tugas dan tanggung jawab sebagai guru BK misalnya guru agama, guru PPKN, dan guru-guru lain terutama yang tidak memiliki jam pelajaran.
c. Guru mata pelajaran tertentu yang diserahi tugas khusus menjadi petugas BK. Petugas BK ini tidak merangkap tugas. Tugas dan tanggung jawab pokoknya adalah memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
d. Kepala sekolah/madrasah yang bertanggung jawab atas sekurang-kurangnya 40 orang siswa. Pertimbangan penetapan tenaga bimbingan pola ini di sekolah dan madrasah adalah kepala sekolah/madrasah berasal dari jabatan fungsional (guru), sedangkan jabatan kepala sekolah/madrasah adalah structural. Agar fungsinya sebagai pejabat fungsional tidak tanggal, maka kepala sekolah/madrasah biasanya diserahi tugas dan tanggung jawab membimbing 40 siswa.


BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Bimbingan dan konseling yang melibatkan lembaga konseling, konselor dan konselee ini, tentu tidak lepas dari pengaruh dinamisasi ruang dan waktu kehidupan yang senantiasa menawarkan perubahan. Oleh karenanya, agar bimbingan dan konseling ini senantiasa efektif dan berkembang lebih baik, maka ke tiga unsure yang ada dalam konseling tersebut harus senantiasa ditinjau ulang, baik secara teori maupun praktik. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir kesalahpahaman pemaknaan yang tentu saja akan berdampak pada praktiknya.
Banyaknya problem yang terjadi dalam konseling, problematika konselor dan konselee kebanyakan lahir dari ketidakpahaman yang mendalam tentang konseling. Oleh karena itu, image ketiga unsure konseling harus benar-benar dibangun kembali menjadi lembaga yang benar-benar nyaman untuk sharing yang solutif berbagai macam masalah yang dihadapi peserta didik.
Ketiga unsure di atas bukanlah hal yang berjalan sendiri-sendiri, melainkan saling terkait antara satu dan yang lain. Maka, semuanya harus dipahami secara utuh agar pelaksanaanya bisa optimal.

B. SARAN
Terimakasuh terhadap para pebaca makalah ini. Mungkin dalam mkalah ini masih banyak terdapat kekurangan di sana sini untuk itu kami sebagai penulis memohon maaf atas kekuragan dan kekhilafan, dan juga kami siap menerima keritik ataupun saran yang sifatnya membangun.

DAFTAR PUSTAKA


1. Drs. Tohirin, M.Pd, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, PT. Raja Grafindo, Jakarta 2007.
2. Prof. Dr. H. Prayitno, M.SC.Ed&Drs. Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. PT. Rineka Cipta, Jakarta 2004.
3. Tekla NH, S.Pd. Mengenal Bimbingan Konseling. blogspot@www.google.com
4. Materi pelatihan konseling.FKJ.PMII. Jepara, 6 April 2008
5. Materi konseling dalam pelatihan advokasi. Bandungan, 7-8 Maret 2008
6. http;//akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/14/tujuan-bimbingan-dan-konseling/
7. http;//akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/14/tujuan-bimbingan-dan-konseling/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar